Kayu Agung, berita1.info-
Aroma dugaan korupsi dalam penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) di wilayah Kecamatan Pampangan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), semakin kuat. Warga dari Desa Srimulya dan Desa Secondong menyatakan sikap tegas akan membawa persoalan ini ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sumatera Selatan, setelah upaya penyelesaian melalui Bank BRI tidak membuahkan hasil.
Menurut Koordinator Lapangan dari Lembaga Intelijen Pers Reformasi Republik Indonesia (LIPER-RI), Amin, indikasi kerugian akibat dugaan penyelewengan dana KUR ini mencapai lebih dari Rp4 miliar. Hal ini berdasarkan data penerima fiktif dari sejumlah desa yang nilainya berkisar antara Rp50 juta hingga Rp75 juta per orang.
“Di yang termasuk diduga 47 orang tetapi terdata 13 orang yang termasuk 3 desa, Desa Serimulya, Desa Secondong dan Desa Pulauan kecamatan Pangkalan Lampam, Desa Serdang 10 orang, dan Desa Pulau Betung 2 orang. Ini belum termasuk desa-desa lainnya. Ini jelas, ada indikasi kuat skema korupsi sistemik dalam penyaluran dana KUR,” ungkap Amin Ro, Sabtu (29/3).
Amin juga menuding adanya keterlibatan oknum kepala desa dalam skema ini. Menurutnya, proses pencairan KUR diatur sejak awal dengan menerbitkan Surat Keterangan Usaha (SKU) yang diduga disiapkan oleh oknum Kades Srimulya.
“Kalau sudah sejak penerbitan SKU sampai pencairan di bank sudah diatur, itu berarti ada konspirasi. Ini bukan cuma kelalaian, ini kejahatan terstruktur yang melibatkan perangkat desa dan pihak bank,” tegasnya.
Meski pihak BRI mengklaim telah melaporkan salah satu oknum pegawai ke Polres OKI, warga dan LIPER-RI menilai itu belum menyentuh akar persoalan. Mereka menuntut agar OJK turun langsung memeriksa sistem dan pola pencairan KUR yang dikelola Bank BRI.
“Kalau terbukti ada permainan internal di tubuh BRI, maka ini pelanggaran hukum yang harus dijerat UU Tindak Pidana Korupsi. Ini bukan lagi soal siapa pelakunya, tapi sistemnya yang cacat. Jangan sampai BRI seolah hanya mengorbankan satu dua orang untuk menutupi bobroknya jaringan ini,” ujar Amin.
Lebih dari itu, warga juga menyuarakan kekecewaan karena hingga kini dokumen jaminan seperti sertifikat tanah dan rumah belum dikembalikan. Dana yang semestinya masuk ke rekening mereka pun tidak pernah mereka terima.
“Ini bukan persoalan pribadi. Ini menyangkut kepercayaan publik terhadap bank pemerintah. Kami rakyat kecil hanya ingin keadilan,” ungkap warga berinisial CM.
LIPER-RI dan perwakilan warga telah menyusun laporan pengaduan lengkap dengan bukti transaksi dan surat kuasa dari korban. Laporan ini akan segera dilayangkan ke OJK Sumatera Selatan. Selain itu, mereka juga mempertimbangkan langkah hukum ke Ombudsman, KPK, bahkan Komnas HAM jika diperlukan.
“Kami sudah dua kali datangi Bank BRI, tapi tidak ada kejelasan. Mereka bilang OJK sudah turun, tapi kami menduga itu hanya untuk meredam isu agar tak melebar ke publik atau ke media. Kami tidak akan berhenti sampai ada keadilan,” tegas Amin.
Langkah ini diharapkan menjadi alarm keras bagi OJK dan lembaga pengawas lainnya agar tidak lengah dalam mengawasi program-program negara seperti KUR yang rawan diselewengkan. Sebab jika dibiarkan, program yang seharusnya menyentuh rakyat kecil justru berubah menjadi lahan bancakan para oknum yang tamak.
(KH)